Thursday, August 28, 2008

Tradisi Ramadhan Tempo Dulu di Krendetan - Bagelen

Setiap menjelang bulan Suci Ramadhan, ada satu hal yang akan terus teringat oleh saya sampai kapanpun. Sebuah kisah anak-anak baru gede dari Nadri – Krendetan yang setiap tahun dilakoninya, tak ketinggalan saya waktu itu (kira-kira dari kelas 4 SD – 3 SMP).

Dengan suka cita, kita waktu itu menyambut datangnya bulan Suci Ramadhan ini. Berbagai kegiatan yang dilaksanakan dalam mengisi bulan Ramadhan ini, dari mulai jalan/lari pagi, tidur dimushola/masjid sampai dengan mainan Meriam Bambu (bisa kami sebut sebagai “Long”). Kegitan-kegiatan tersebut memang hanya kami lakukan ketika bulan Ramadhan saja.

Nah…mungkin bagi rekan-rekan yang seangkatan saya dan berasal dari daerah Krendetan dan sekitarnya mungkin tradisi ini akan terus terkenang. Kegiatan ini dimulai dari pagi hari setelah makan sahur dan sholat Subuh. Setelah sholat Subuh berjamaah, kita akan rame-rame untuk pergi ke jalan raya utama Purworejo – Jogja. Biasanya ada yang naik sepeda, jalan kaki dan juga lari-lari pagi. Target utama kita disamping ketemu rekan-rekan dari desa yang lain, kita akan “nongkrong” dijembatan Sungai Bogowonto. Walaupun jaraknya sekitar 4 km (PP) namun karena dilakukan pada saat pagi hari dan rame-rame tidak membuat capek atau lemes.

Kemudian siang hari setelah pulang sekolah, kita rame-rame kembali ngaji di Mushola atau Masjid. Kegiatan mengaji pada pak Kyai ini memang waktunya diganti menjadi siang hari selama bulan Ramadhan. Tak terbersit sedikitpun rasa lelah ataupun lapar, hal ini karena dijalankan berame-rame. Kegiatan Ngaji ini berlangsung sampai dengan jam 14.00 WIB. Setelah itu kita biasanya akan istirahat dulu sebentar di Mushola atau Masjid sampai dengan jam 15.00 WIB baru pulang kerumah masing-masing.

Sore harinya, kegitan kita mulai lagi dengan bermain meriam bambu atau yang sering kita sebut sebagai “Long Bambu”. Dengan hanya bermodalkan sebatang bambu yang besar dengan ukuran 1-1,5 m dan minyak tanah kita bisa bermain sampai sore dengan puas. Ya..meskipun kadang-kadang dimarahin tetangga karena mengganggu istirahat sore hari mereka, tapi hal ini cukup membuat kita gembira.

Malam harinya selepas buka puasa kita rame-rame lagi berangkat ke mushola atau masjid untuk melaksanakan sholat tarawih berjamaah dan dilanjutkan dengan Tadarus Al Qur’an sampai jam 23.00 WIB. Tadarus ini rutin kami lakukan dengan cara berkelompok. Masing-masing kelompok terdiri dari 4-5 orang, dimana satu orang membaca dan lainya menyimak bacaannya.

Setelah selsai Tadarus Al Qur’an, kita tidak pulang kerumah, namun kita biasa tidur berame-rame diserambi Mushola atau Masjid. Walaupun hanya beralaskan tikar pandan dan berselimutkan kain sarung yang sudah lecek dan kumal (maklum dicuci hanya seminggu sekali) kita bisa tidur dengan pulasnya. Nah....siapa yang akan membangunkan kita. Pak Kyai dengan sabarnya setiap jam 02.00 WIB akan membangunkan kita untuk pulang dan melaksanakan makan sahur dirumah bersama keluarga.

Sebuah tradisi yang syarat dengan kebersamaan, kesederhanaan dan juga religius yang rutin kami jalankan selama bulan puasa. Namun saat ini tradisi tersebut hampir tidak kita jumpai lagi. Sebuah budaya yang seharusnya kita pelihara dan lestarikan secara pelan tapi pasti tergerus oleh moderenisasi dan kemajuan jaman.

Mungkinkah akan kembali terwujud ketika nantinya generasi ini sudah berganti….semoga.
"Marhaban ya Ramadhan"

2 comments:

  1. Lha nek 'long' bumbung malah asyik ke, jeblak-jebluk..... Doooorrrr Alise mengko njuk kobong....

    ReplyDelete