Friday, December 14, 2007

Bagelen Economic Review ……Part 2

Kalau dalam tulisan saya sebelumnya, saya sempat membahas masalah kehidupan petani yang sampai saat ini belum banyak beranjak dari ekonomi yang masih sedikit morat-marit. Dalam tulisan kali ini saya akan mengulas perihal beberapa pasar yang ada di Bagelen sebagai sentra perdagangan dan barometer kemajuan ekonomi Bagelen.

Setidaknya saya mencatat ada tiga buah pasar yang ada di Bagelen dan dua buah pasar yang ada disekitar Bagelen ( Pasar Purwodadi dan Pasar Jenar ). Pasar-pasar yang ada di Bagelen al :

- Pasar Krendetan
- Pasar Kalirejo
- Pasar Soka ( Soko)

Dari ketiga pasar tersebut, Pasar Krendetan-lah yang memegang peranan penting dalam kegiatan jual-beli / transaksi kebutuhan harian warga Bagelen. Pasar Krendetan bisa dikategorikan sebagai pasar kecamatan, pasar ini terletak persis pada jalur ramai ( Jalur Purworejo – Jogja ). Disamping sebagai pasar kecamatan, pasar ini sangat ditunjang oleh strategisnya letak pasar, karena mudah dijangkau oleh warga Bagelen yang akan melakukan transaksi Jual – Beli.

Di pasar Krendetan ini, hampir semua komoditas ekonomi diperjual belikan. Mulai dari kebutuhan pokok, kelapa, hewan ternak ( kambing dan ayam) sampai kepada jajanan pasar yang memang banyak kita jumpai disini. Pasar Krendetan dibagi menjadi beberapa “los” atau semacam cubical yang berukuran besar dan panjang. Los ini berbentuk bangunan dengan ketinggian sekitar 60 cm dari permukaan tanah (dibuat semacam panggung) dan ketinggian atap sekitar 3 mtr dari permukaan tanah. Disinilah pedagang menggelar barang dagangannya untuk dijual kepada masyarakat yang memubutuhkan.

Aktivitas jual beli ini akan ramai bila memasuki hari pasaran, yaitu setiap hari Rabu dan Sabtu. Pada hari ini transaksi jual beli sudah dimulai dari jam 03.00 WIB, yaitu dimana para pedagang kelapa menunggu warga yang akan menjual kelapanya.

Sedangkan aktivitas jual beli yang lain, akan mulai ramai pada pukul 08.00 dan akan mencapai puncaknya pada pukul 09.00 – 10.00 WIB. Boleh dibilang denyut kehidupan ekonomi mencapai klimaksnya pada jam tersebut diatas. Terakhir, yang saya sempat tahun harga kelapa adalah Rp. 750,-/butir . Artinya seorang “hanya” akan mendapatkan Rp. 75.000,- jika dia bisa menjual 100 butir kelapa. Padahal untuk bisa menjual 100 butir ini, petani harus menunggu selama 3-6 bulan.

Sempat beberapa kali saya mengamati kegiatan ekonomi ini (tentunya pada saat saya lagi mudik)……..saya melihat banyak hal menarik yang bisa kita renungkan. Saya sempat melihat proses jual beli kelapa, yang ternyata tidak cukup hanya 10 menit bertransaksi sebelum mencapai kata sepakat, proses tawar-menawarnya yang lumayan alot walaupun hanya untuk menyepakati kenaikan harga Rp. 50,-/butir atau ada pedagang kambing dengan ciri khan mereka, celana hitam komprang dan topi hitam bundar.

Aktivitas jual-beli ini menjadi kebutuhan yang sangat penting bagi hampir semua warga Bagelen, karena disinilah uang mengalami perputaran. Menurut taksiran saya, pada setiap hari pasaran, jumlah uang yang beredar tidak lebih dari 40 juta. Kecil khan…..tapi hal ini sangat berpengaruh dalam perekonomian Bagelen.

Namun sebagai penggerak roda perekonomian di Bagelen, keberadaan pasar Krendetan sangat dibutuhkan oleh masyarakat. Apalagi dalam kondisi perekonomian yang cenderung kurang berpihak kepada warga miskin/pra sejahtera, pasar merupakan jalan untuk bisa menjual hasil pertaniannya yang akan digunakan untuk menopang kehidupan.

Dengan keberadaan pasar ini, secara tidak langsung telah membuka lapangan pekerjaan bagi warga Bagelen pada umumnya dan Krendetan pada khusunya. Sebagi contoh, saat ini ada sekitar 7-8 tukang becak yang mangkal di pasar Krendetan. Padahal awalnya hanya 2 orang saja, masyarakat sekitar pasar-pun tidak ketinggalan dengan berjualan makanan kecil dan minuman hangat. Ada juga yang menjadi tukang parker motor/mobil.
Walaupun tidak bisa mnyerap tenaga kerja dalam jumlah banyak, keberadaan pasar ini bisa mengurangi angka pengangguran yang ada di Bagelen. Harapan kedepan, semoga akan muncul calon-calon pebisnis-pebisnis kecil (syukur bisa besar) yang akan bisa mengangkat derajat perekonomian Bagelen dan khususnya bisa membawa masyarakat Bagelen beranjak dari Pra Sejahtera menjadi Sejahtera. Hal ini tentu saja akan menekan laju Urbanisasi dan akan bisa membangun Bagelen menuju masayarakat Adil dan Makmur. Amin.

[+/-] Selengkapnya...

Wednesday, December 12, 2007

Efektifitas Subsidi BBM

Beberapa waktu belakangan ini kita sering mendengar istilah Sejahtera dan Pra Sejahtera, dimana hal ini dikaitkan dengan adanya bantuan subsidi dari Pemerintah Pusat yang bernilai Rp. 100.000,-/ bulan untuk keluarga yang dikategorikan Pra Sejahtera. Mungkin bagi sebagian orang yang mampu, nilai diatas tidaklah seberapa. Namun bagi penduduk yang dikategorikan Pra Sejahtera, nilai Rp. 300.000,-/3 bulan sangatlah membantu. Beragam hal bisa dilakukan dengan uang tersebut dan dianggap sebagi rejeki “Tiban” selayaknya mendapatkan durian runtuh.

Dalam hal ini Pemerintah minimbang bahwa dengan diberikannya subsidi ini akan membamtu meringankan beban penduduk akibat kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) yang nilainya lumayan fantastis. Namun dalam prakteknya dilapangan, banyak kendala yang menjadikan pemberian subsidi ini menjadi Pro dan Kontra. Pastinya hal ini menjadi lumrah jika ditanggapi dengan bijaksana dan kepala dingin.Namun kadangkala hanya gara-gara berselisih masalah ini, kultur kekeluargaan yang sudah terbangun sekian puluh tahun akan hilang dalam sekejab.

Pro atau setuju bagi yang terdaftar dan mendapatkan subsidi, sehingga ybs merasa dapat durian runtuh. Kontra bagai yang tidak terpilih dan merasa masuk dalam kategori Pra Sejahtera, namun tidak juga mendapatkan subsidi. Tidak sedikit yang akhirnya menjadikan permusuhan, antara warga yang tidak terdaftar namun mengaku Pra Sejahtera dengan aparat desa (dalam hal ini RT). Dan juga adanya warga yang seharusnya tidak mendapatkan subsidi ini namun ikut menikmati subsidi karena faktor “kedekatan” dengan aparat desa atau bahkan masih merupakan family. Hal ini tidak hanya terjadi pada masyarakat Bagelen, namun juga masyarakat dihampir seluruh pelosok negeri tercinta ini.

Banyak pertanyaan yang akhirnya muncul berkaitan dengan pemberian subsidi ini, antara lain :
- Benarkah dengan pemberian Subsidi BBM ini efektif untuk meningkatkan “kesejahtaraan penduduk ?
- Apakah sudah benar mekanisme pemilihan penduduk yang menerima subsidi ?

Dengan pemberian cash money / uang tunai yang dianggap sebagi “rejeki tiban”, banyak dari penduduk yang langsung memanfaatkan untuk keperluan membayar sekolah, renovasi rumah dan bahkan ada yang digunakan untuk keperluan yang tidak semestinya seperti membeli TV, Radio dan bahkan perhiasan. Hanya sekian persen saja yang digunakan untuk keperluan yang bersifat produktif, semisal membeli ternak, unggas atau modal usaha.

Kenapa bisa terjadi ? Faktor merasa akan ada lagi subsidi tersebut dijadikan alas an mengapa banyak dari penduduk yang tidak menggunakan dana dari subsidi BBM ini dijadikan sebagai modal usaha. Memang nilainya tidaklah berjuta-juta, namun setidaknya kalau penduduk “creative” pasti akan melihat peluang usaha yang menjanjikan.

Sebagai ilustrasi saja dan mempunyai peluang untuk kedepannya adalah dengan beternak kambing. Apakah dengan modal Rp. 300.000,-/ 3 bulan cukup dijadikan modal awal. Jawaban ya....dengan nilai uang diatas, kita bisa belikan anakan kambing dengan harga Rp. 200.000,- s.d Rp. 250.000,-. Tergantung kita ingin yang bisa dijual kembali atau ingin kita kembang biakkan. Pengalaman ini sudah dijalankan oleh keluarga saya dan alkhamdulillah berhasil sampai bisa menyekolahkan saya dan bekerja seperti saat ini.

Sehingga dalam pemberian subsidi BBM ini akan lebih efektif jika pemerintah memberikan dalam bentuk pinjaman lunak agar bisa dikembangkan. Hal ini sudah terbuki dengan keberhasilan Bangladesh dengan Grameen Bank milik M Yunus yang dapat meningkatkan kesejahteraan warga miskin di Bangladesh menjadi warga produktif dan tentunya bisa menaikkan PDB mereka.

Tahun 1986, Pemerintah Orde Baru membagikan kambing gratis kepada warga. Kebetulan keluarga kami termasuk salah satu yang mendapatkan bantuan tersebut. Perjanjian pembagian kambing tersebut adalah, jika kambing tersebut melahirkan maka anak dari kambing tersebut (1 ekor) akan dikembalikan ke pemerintahan desa untuk dibagikan kepada warga lain yang belum menerimanya. Dari tahun-ketahun, kambing yang kami pelihara berkembang dengan baik dan sudah menghasilkan uang yang lumayan, sehingga bisa mencukupi kebutuhan menyekolahkan saya. Hal ini tentunya positif karena pemerintah tidak hanya memberikan ”ikan” namun memberikan ”kail” agar warga juga bisa ikut andil dalam kesuksesan.

Pola ini menurut saya lebih cocok untuk saat ini, dibandingkan dengan pemberian dalam bentuk tunai. Dan......munkinkah kita bisa mempelajari pola-pola yang diterapkan oleh M Yunus dengan Grameen Banknya....untuk diaplikasikan di Indonesia ini....Semoga

[+/-] Selengkapnya...

Friday, December 7, 2007

Bagelen Economic Review…..part 1

Judulnya sih keren abis…kayak di Metro TV….soalnya aku penggemar program ini. Tapi aku tidak akan membahas masalah programnya Metro TV namun akan mencoba me Review Bagelen dari segi Ekonomi.
Kalau dilihat dari demography warga Bagelen saat ini, mata pencaharian sebagai petani masih menduduki persentase tertinggi, artinya sebagian besar warga Bagelen masih menggantungkan pendapatannya dari bercocok tanam, baik di sawah, ladang dan hutan. Pada golongan kaum petani ini, khususnya mereka yang menggarap sawah, yaitu didaerah Bagelen, Bapangsari, Somorejo, Tlogokotes, Krendetan, Bugel, Kalirejo, Piji, Kemanukan dan beberapa daerah lain, pendapatan perkapitanya tidaklah mengalami kenaikan yang cukup significant. Meskipun saat ini harga Gabah Kering Giling (GKG) yang ditetapkan oleh Pemerintah mengalami kenaikan, namun dalam kenyataanya belum bisa mengangkat / mendongkrak pendapatan petani ke arah perbaikan yang cukup baik. Hal ini mungkin lebih diperparah dengan naiknya harga BBM (Bahan Bakar Minyak), yang secara tidak langsung mengakibatkan naiknya juga harga kebutuhan pokok, seperti Beras, Gula, Minyak Goreng. Kalau dikalkulasikan, dengan kenaikan harga GKG, tidak banyak membantu mensejahterakan petani, karena kenaikan harga kebutuhan pokok lebih tinggi.

Kalau dilihat secara makro, hal ini tidak terlalu menggembirakan karena masih banyaknya warga petani (khususnya penggarap) yang masih berada dalam kategori Pra Sejahtera.

Beberapa waktu yang lalu, saya sempat melakukan dialog dengan beberapa petani penggarah sawah, baik yang memiliki sawah garapan atau hanya buruh penggarap (sample sekitar 15 orang dan berdomisili didaerah Bagelen dan Krendetan). Dimana kesimpulannya adalah untuk saat ini kondisi petani memang berada pada kondisi yang lumayan kritis. Kenapa ???? ada beberapa hal yang menyebabkan hal ini, al :

-
Mayoritas dari petani sawah, menggantungkan sekali kepada kondisi curah hujan. Sehingga
hasil panen tidak bisa diprediksikan (tergantung kepada curah hujan). Khususnya dibeberapa
desa di Bagelen yang tidak/belum memiliki sarana irigasi yang bagus / bisa diandalkan untuk
mengairi sawah.
- Kenaikan harga BBM sangat berpengaruh kepada kenaikan kebutuhan pokok, yang
menyebabkan tingginya biaya produksi petani (biaya produksi adalah biaya yang dikeluarkan
untuk menanam satu komoditas )
- Biaya hidup yang semakin tinggi, hal ini karena dampak dari inflasi yang tiap tahunnya rata-
rata 6 %.

Dari kondisi diatas, tidak heran jika hal ini mengakibatkan tingginya angka urbanisasi ke kota-kota besar. Dimana mereka berharap bisa mendapatkan sumber penghidupan yang lebih baik.
Fenomena tersebut, hampir dirasakan oleh semua petani penggarap sawah yang berada diwilayah Bagelen, meskipun ada juga yang sukses karena bertani. Untuk kategori yang sukses ini boleh dibilang hanya sekian persen saja. Hal ini dikarenakan mereka mampu melihat peluang untuk mendiversifikasikan hasil taninya, spt menanam Cabai Keriting, Jeruk dan beberapa sayuran yang lain.

Tapi bagaimanapun hal ini tetap menjadi tanggung jawab bersama antara swasta dan pemerintah, baik pusat maupun daerah untuk mengembangkan beberapa komoditas yang memiliki potensi pasar yang cukup baik.

Padahal Bagelen memiliki potensi sumber daya alam yang memang sapai saat ini belum dikembangkan secara maximal. Hal ini tentunya akan bisa meningkatkan PDB (Product Domestic Bruto) warga Bagelen. Salah satu komoditas yang mungkin bisa lebih dikembangkan adalah Tepung Tapioka (Tepung Singkong) dan Tepung Maizena (Tepung Jagung). Dengan begitu luasnya area yang bisa ditanami untuk kedua jenis komoditas ini (Singkong dan Jagung), kemungkinan besar akan bisa mensuplai kebutuhan akan kedua tepung tersebut. Apa benefitnya jika Investor menanamkan modalnya di Bagelen :

- Tersedianya supply bahan baku yang banyak
- Labor Cost masih rendah
- Potensi untuk pengambangan produk lain terbuka lebar
- Acces jalan raya yang sudah tersedia dengan baik

Namun jika pemerintah Kabupaten Purworejo dan Pemerintah Kecamatan Bagelen bisa mendatangkan Investor Swasta yang akan membangun pabrik untuk kedua komoditi tersebut diatas akan sangat membantu pertumbuhan ekonomi Bagelen. Apalagi jika pemerintah bisa memberikan insentif-insentif yang bagus, seperti :

- Kemudahan untuk mengurus perijinan
- Menjamin tidak adanya praktek-praktek pungli
- Menjamin tidak adanya gejolak-gejolak perburuhan

Hal ini tentu saja akan berdampak sangat positif, khususnya bisa mengurangi angka pengangguran dan meminimalisasi jumlah urbanisasi ke daerah perkotaan.

Dan yang paling penting adalah memacu kreativitas petani untuk melakukan diversifikasi hasil pertaniannya yang bisa membawa petani keluar dari garis kemiskinan / pra sejahtera.

Semoga hal ini bisa terwujud, walaupun tidak secepatnya. Namun harapan itu akan selalu ada untuk bisa membangun Bagelen menuju Sejahtera. Amin

[+/-] Selengkapnya...