Saturday, July 27, 2013

Tak terasa 3 tahun tidak pernah posting

Ternyata kangen juga... Setelah 3 tahun tidak pernah nambah info tentang Bagelen

[+/-] Selengkapnya...

Friday, August 27, 2010

Luweng

Foto-Foto luweng rumahku.....hehehe






Klo mengaku dan memang menjadi orang Jawa Tulen...pasti kenal dan paham apa itu Luweng. Luweng tidak akan pernah tergerus jaman....meskipun sekarang ini sudah jaman Kompor Gas. Meskipun dipandang tidak terlalu ramah lingkungan...tetapi luweng ini jauh lebih aman daripada Kompor Gas yang menggunakan Gas 3 kg.
Dari saya kecil sampai punya anak kecil...hehehehe, blum pernah terdengar kejadian ada luweng yang mbledos alias njeblug dan memakan korban jiwa. Dan juga disamping itu.....entah kenapa makanan yang diolah dengan menggunakan luweng ini "terasa" jauh lebih nikmat/enak. Klo gak percaya...coba klo nanti mudik, dan dirumah masih ada Luweng ini...kita minta simbok kita untuk memasak menggunakan luweng ini......dijamin makannya bisa nambah.

[+/-] Selengkapnya...

Friday, November 20, 2009

Belik

Belik atau mBelik adalah sumur yang ada di tegalan atau sawah yang digunakan untuk menyiram Polowijo dikala musim kemarau. Fungsi Belik ini sangat vital/penting karena ini merupakan satu-satunya sumber air yg digunakan untuk menyiram. Tanaman Cabai Merah, Ketimun dan juga Pare sangat tergantung dengan supply air dari Belik ini.




Biasanya Belik ini diletakkan dipojokan sawah agar relatif lebih gampang untuk diingat posisinya. Dan ketika musim penghujan datang, Pak Tani tidak kesusahan untuk mencari posisinya agar jangan sampai kecebur kesini.







[+/-] Selengkapnya...

Saturday, November 14, 2009

Lombok

Sejauh mata memandang, yang aku temukan adalah hamparan hijau yang menyejukkan mata. Berada diujung Barat Sawah Semengit, tanaman Cabe Merah / Lombok Abang itu begitu menarik perhatianku. Ketika semakin dekat dengan-nya, baru aku bisa mulai melihat rimbunnya pohon Lombok Abang atau yang lebih populer disebut sebagai Cabe Merah Keriting. Saat itu tanaman lombok yang ada sudah menghasilkan dan siap untuk dipanen.



Tak terasa sudah setengah jam aku mengamati tanaman Lombok ini, tertegun dan sangat takjub akan kuasa Illahi Robbi. Dari hanya benih kecil yang tidak berarti, tumbuh sebatang pohon Lombok ini dan bisa menghasilkan berpuluh-puluh dan bahkan beratus-ratus buah lombok.



Sungguh pemandangan yang sangat indah, dengan latar belakang pegunungan yang bediri dengan gagah.



Dari dekat semakin terlihat hijaunya Cabe yang sudah mulai besar dan kriting (khan emang Cabe Kriting). Dan hampir dari setiap pohon sudah ada yang mulai merah (meskipun baru satu-dua ) dan sudah siap untuk dipanen.

Menurut informasi yang saya dapatkan dari Saudara saya, Lebaran kemarin harga Cabe Merah keriting ini bisa mencapai harga Rp. 14.000,-/kg (di Bekasi sampai Rp. 30.000,- lho alias 2 x lipatnya). Namun disaat harga yang "relatif bagus", biasanya produksi atau hasil panen belum banyak. Hal ini sering disebut sebagai "nyewoki" alias baru panen permulaan. Hasilnya-pun tidaklah banyak, paling banter juga 5-7 kg. Dan biasanya klo panen dah melimpah, harga cenderung turun. Bahkan pernah sekali waktu harga/kg nya "hanya" dibanderol Rp. 4000,-. Dengan harga yang "sangat" murah tersebut, petani jelas mengalami kerugian yang cukup besar. Hal ini tentu saja tidak bisa BEP (Break Event Point) bila dihitung dengan modal.
Masih menurut Saudara saya, bercocok tanam Cabe Merah relatif gampang. Namun ada banyak hal yang harus menjadi pertimbangan. Selain faktor kecukupan air, jenis bibit, pemupukan, kemanan, faktor musim juga harus menjadi perhatian. Karena jika Cabe sudah hampir panen dan kena hujan terus-menrus bisa mengakibatkan busuk. Otomatis klo busuk bandar pasti rugi besar....ya toh...



Hm....lihat foto lombok ini jadi terbayang makan siang di sawah dengan sayur lombok ijo + teri + tempe, lawuhe ikan asin dan sambel korek.


Kawan...sejenak kita tarik ingatatan kita menuju Bagelen Tercinta dan membayangkan keindahan alamnya.

[+/-] Selengkapnya...

Friday, November 13, 2009

Pare

Foto 1: Kembang Pare

Yen didelok soko kadohan, kembang pare iki ora ono apik-apike. Meh koyo kembang suket bioso sing warnane ijo. Kembang Pare iki jamane ketigo wingi akeh banget nang sawah Semengit, jalaran akeh poro Pak Tani sing "molowijo" nandur pare.
Padahal yen dimat-matke...kembang pare iki jan apik tenan, ayu lan ora mboseni. Yen ra percoyo...coba "pirsanono" foto kembang pare sing nang nduwur iku.


Emang sih...regane Pare ora pati larang alias lumayan murah, ananging yen ora dilakoni nandur yo sayang wektu ketigane. Sawah-sawah-e sing ora di"polowijo" cuman nganggur dadi "telo".


Yen miturut aku, nandur pare iku ora pati susah koyo nandur Semongko opo Lombok. Pertama-tama sawahe kudu dipaculi, trus bibite pare ditandur. Trus yen bibite wis tukul, mulai di rabuk (dipupuk) karo disirami. Mengko yen wis mulai ono "pentil-e", trus mulai disemptrot Pestisida ben ora diserang karo "lalat buah". Soale yen wis diserang karo lalat buah, Parene dadi "bosok" ra iso dipanen. Sing jelas yen podo bosok, pastine rugi.

Foto 2: Pentil Pare

Nah..yen wis gede siap panen, Pak Tani tinggal ngunduh trus didol nang pasar. Secara medis, pare ini apik gawe sing menderita tekanan darah tinggi. Kasiate iso secara bertahap "menurunkan tekanan darah tinggi".


Foto 3: Pare ne wis siap dipanen

E...aku kok dadi mbayangke sayur pare karo jeroan sapi trus nganggo lombok ijo.....iku masakan favoritku ket jamane cilik. Jan...mak nyus tenan. Opo maneh lawuhe "pentho kambil nom"

Ayo...konco-konco kabeh yen pas mulih Bagelen, ojo lali yen nang pasar tuku sayuran hasil soko sawahe pak Tani. Hal iki ben iso mbantu pak Tani....soale yen ra ono sing nukoni..mesakke to...

[+/-] Selengkapnya...

Tuesday, November 10, 2009

Tukang Cukur




"Cilikanku rambute dicukur kuncung", sepenggal bait lagu Kuncung yang dipopulerkan oleh Didi Kempot mengingtakanku pada Simbah/Pakde dan Paklik yang menjadi tukang cukur di Pasar Krendetan.

Letak tukang cukur di Pasar Krendetan terletak dipojok belakang sebelah wetan. Letaknya bersebelahan dengan Tukang Pande Besi, Jual-Beli Kambing ( yen wong Bagelen nyebutnya Kewedusan ).


Saat ini kalau tidak salah terdapat 4 tukang cukur, yang notabene usia-usianya sudah tidak muda lagi. Yang jelas saya gak tau pasti kenapa alasannya belum/tidak ada re-generasi untuk hal ini. Mungkin anak muda sekarang atau seangkatan saya merasa kurang "sreg" untuk hal ini ataukah ada alasan lain.


Sedikit cerita masa lalu, hampir pasti setiap anak kecil yang cukur disana akan dicukur "bathok". Cukuran model ini adalah yang paling populer dulu kala. Semua rambuat akan dibabat habis dan hanya ditinggalkan "secuil saja" diatas ubun-ubun. Makanya orang-orang bilang kalau mode ini sebagai mode cukur "bathok".


Dan ternyata sekarang-pun masih lumayan banyak yang cukur model ini. Dan dengan harga mur-mer, hanya Rp. 5.000,- perak saja kita bisa cukur.

[+/-] Selengkapnya...

Saturday, November 7, 2009

Oncor

Kawan....Pernahkah kita ingat dengan Oncor ?? Mungkin saat ini sudah lupa dan jarang ada orang yang mau pakai. Disamping sudah "kuno", peran Oncor saat ini sudah tergantikan oleh lampu senter dan juga lampur penerangan jalan. Terlebih lagi saat ini begitu susah untuk mencari minyak tanah.


Yup.....kondisi diatas membuat Oncor semakin hari semakin hilang dari peredaran, yang tertinggal hanyalah sekelumit cerita mengenai hal ini.


Kalau dilihat dari asal katanya, saya tidak tau pasti darimana berasal dan apa artinya. Yang saya tahu Oncor adalah salah satu alat penerangan yang terbuat dari bambu (ukurannya sebesar tangan anak-anak), kemudian diisi dengan minyak tanah dan ditutup dengan kain atau "kawul". Kawul adalah serabut kelapa (bahasa Jawa). Sedangkan kain yang digunakan haruslah kain katun yang tidak ada campuran plastiknya.


Jaman dulu kala...Oncor ini sangat fital digunakan sebagai salah satu alat penerangan yang mur-mer (murah dan meriah). Masih teringat jelas, ketika dulu selalu menggunakan oncor ini ketika pulang ngaji, kemudian "nyuluh ikan". Jadi ketika sore hari (kondisi masih terang), oncor tidak kita nyalakan, hanya dibawa saja. Dan ketika pulang ngaji (sudah sangat gelap) oncor akan kita nyalakan sebagai penerang. Kebetulan sekali waktu dulu belum ada lampu yang dipasang dijalanan.
Nah...lebaran kemarin, aku coba perkenalkan Oncor ini kepada anakku dan sedikit cerita perihal historical-nya dulu kala. Karena bagaimanapun...Bagelen adalah Tanah Tumpah Darah Ayah-Ibunya yang dia tidak boleh melupakan. Eee...gak taunya anak-anakku pada seneng dengan oncor ini.



Foto 1 : Cahaya Oncor
Foto 2: Senengnya anakku dengan Oncor
Foto 3: Anakku mencoba meniup oncor...Ternyata susah matinya...

[+/-] Selengkapnya...